mencari setitik cahaya

Kamis, 21 Januari 2010

" telepon dari ENGKAU..."




Kriiing...kriing...kriing...
Suara yang bermuara dari sudut ruangan, berdering terus menerus membuat gendang telinga risih untuk cepat menggapai sesuatu benda modern yang menyatukan antara mulut bauku dengan indra pendengaranku.
” hallo...selamat mejelang pagi (pukul 01.00) ” kataku sopan, ”hallo...hallo...” kataku lagi berulang kali, tapi ternyata hanya kebisuan yang aku dengarkan, keheningan yang aku rasakan. Kututup gagang alat itu, dan kududuk merebahkan ragaku disofa empuk made italia yang halus dan membuat nyaman ragaku tepat disamping benda yang ganggu tidurku.
Ku pejamkan kedua mataku untuk melanjutkan mimpi indah yang hiasi jiwaku. Hanya detikan waktu yang terus berputar hiasi telingaku dan keheningan dalam kehampaan ruangan ini. Aku lelap dan terlelap...

Kriing...kriing...kriing...
Suara itu lagi tergiang ditelingaku, bergegas aku memegang benda itu dan menempelkan didaun telinggaku, ”hallo...selamat menjelang pagi (pukul 01.15” kataku dengan nada pelan dengan mata masih tertutup yang terbawa hawa kantukku. ”hallo...hallo...” lagi-lagi hanya kebisuan yang ku dengar. Kebisuan yang terlekat ditelingaku membuat ku terbangun dan meletakkan kembali benda modern itu. Ku berdiri dan berjalan menuju ruangan yang terletak didekat tempat ku tertidur. Ku membuka sebuah lemari berhawa dingin hingga tembus dikulit ariku yang tipis. Kuambil benda kaca yang serupa dengan dot bayi punya adikku. Ku teguk isi yang ada dibenda itu, hingga dahaga ku hilang terbawa aliran yang masuk didalam jiwaku.

Kriiing...Kriiing...Kriiing....
Untuk ketiga kalinya benda itu berdering dan membuatku untuk bergegas mendekati benda modern ciptaan Alexander Graham Bell insan tua yang telah hiasi bumi dengan karyanya. ”Hallo...selamat menjelang pagi (pukul 01.35)” kataku dengan nada yang tetap sopan, santun aku menunggu jawab dari penelpon yang hanya diam membisu dalam keheningan. ”hallo...ini siapa” kataku, ”dengan siapa ya...” lanjutku, tapi apa yang ku dapat, tidak ada jawaban dari kebisuan ini. Kututup kembali gagang benda modern itu, dan dalam hati aku bertanya ”siapa yang iseng dihari baru ini ?”, ”siapa ngerjain aku dengan suara bising itu ?”, ”apa tidak ada kerjaan ya...? sipenelepon itu”. Sambil kulanjutkan lagi satukan jiwa dan ragaku dalam keheningan mimpi.

Kriing...kriing...kriing... (pukul 02.35)
Sayup kudengar suara itu memanggilku. Ku acuhkan saja suara bising itu berteriak ditelingaku dan memenuhi ruangan ini. Walau suara itu mengganggu mimpi yang bergelut dalam jiwa dan ragaku. Aku tetap pejamkan mataku walau penuh dengan paksaan, hingga keningku bagaikan ombak dilautan yang diterpa badai.


Kriiing...Kriiing...Kriiing...
Suara itu datang lagi, setelah sekian lama tak menghampiri tidurku. Ku terbangun dan jalan tertatih menuju ke benda yang menyatukan mulut dan telingaku. Kuangkat dan kutempelkan ditelingaku, ”hallo... selamat pagi (pukul 04.00)” Kataku sabar. ”hallo...hallo...” mulai kesal, ”Wahai engkau yang disana, kalau tidak niat bicara tidak usah engkau mengganggu tidurku dengan suara bising...” kataku penuh dengan emosi. Seakan aku ingin memakan benda yang kepegang dengan kata-kata yang kasar penuh dengan kemurkaan. Ku letakkan kembali gagang benda itu pada tempatnya dengan membanting hingga terdengar suara keras bagaikan gemuruh dipagi hari.

Kriing...Kriing...Kriing...
Untuk sekian kali dengan waktu yang berdekatan, suara itu menggangguku. Belum sempat kuletakkan ragaku disofa mahal itu, aku begegas menggapai benda modern itu. ”hei...siapa pun kamu, aku tidak peduli...apa kamu bisu...?” kataku keras sambil berteriak. ”Jangan ganggu aku lagi...PAHAM...”lanjutku.
” Selamat pagi, kenapa engkau marah pada KU...” katanya, suara yang pertama kali keluar dari kebisuan. ”apakah AKU tidak boleh menyapamu setiap waktu..” lanjutnya. Aku hanya diam terpaku mendengarkan pertanyaan dari kebisuan. Jantungku seperti tak berdetak, berhenti seketika bagaikan jiwaku sudah mati terlepas dari ragaku.
” engkau selalu memohon kepada KU, disaat engkau penuh dengan cobaan dan kesedihan. Tapi disaat engkau penuh dengan kegembiraan dan ketenangan hati, engkau lupakan AKU ” lanjut suara yang keluar dari kebisingan. Dan Dia menutup semua pembicaraan ini dengan kata terakhir ” AKU mengampuni engkau”.
Aku masih terdiam, bagaikan terpaku di sepotong kayu dan mulutku terikat oleh kain usang yang membungkam suaraku. Seakan aku ingin berteriak, namun hanya air mata yang mengalir disela-sela pipiku dan penyesalan yang mengganggu jiwa dan hatiku. Hanya satu kata yang dapat terucap dari angganku ;

” Kapan aku dapatkan lagi TELEPON dari MU ...”

by Andre Gozhonk

Tidak ada komentar:

Posting Komentar